Keunikan Dari Rumah Adat Papua

Pernahkah Anda mengunjungi desa Papua yang bernama Lembah Baliem? Salah satu hal yang menarik dari kampung adat Dani ini adalah rumah adatnya yang terbuat dari kayu dan beratap jerami. Apakah Anda tahu apa teman Anda? Itu benar, saya tidak. Mari kita ungkap beberapa keunikan rumah adat Papua.

Rumah besar berbentuk jamur

Sepintas, rumah tradisional Honai Papua menyerupai jamur bulat besar. Atap rumah kayu berisi jerami dan tumpukan jerami sengaja dibentuk seperti kerucut. Tidak seperti jenis rumah lain yang dibangun secara luas, rumah Honai terkenal dengan ruangannya yang kecil dan tanpa jendela. Alasan dibangunnya jalan tersebut adalah untuk mencegah hawa dingin yang kerap melanda kawasan Lembah Baliem.

Dibagi menjadi 3 jenis

Ciri lain dari keluarga Honai adalah klasifikasi berdasarkan jenis kelamin. Tipe pertama dikenal sebagai Honai sendiri, tempat tinggal kaum pria. Yang kedua disebut Ebei. Jika Honai berbentuk bulat, maka Ebay yang dihuni para wanita ini sebenarnya berbentuk persegi panjang. Ini menarik, bukan? Terakhir adalah Wamai yang disulap menjadi kandang babi.

Di dalam rumah di Honai

Keluarga Honai pada dasarnya adalah sebuah bangunan berlantai dua. Untuk mencapai lantai atas, warga menggunakan tangga kayu. Ada perapian hangat di rumah berdesain rendah. Perapian ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan iklim dingin yang sering terjadi di lingkungan sekitar. Pada umumnya, jika rumah memiliki berbagai jenis furnitur seperti meja dan kursi, rumah Honai hanya akan menyertakan jerami, kayu, dan hasil bumi.

Untuk melestarikan produk pertanian

Honai, rumah adat Papua, tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi juga sebagai tempat menyimpan hasil pertanian seperti ubi jalar dan umbi-umbian lainnya. Ketika Hari Raya Bakartabu (tradisi memasak makanan bersama di atas gunung batu yang panas) tiba, penduduk setempat hanya makan makanan pokok di Honai.

Untuk pengasapan mumi

Di beberapa tempat di dalam suku Papua (desa Aikima dan Keruru), rumah Honai digunakan sebagai tempat untuk proses pengasapan mumi (mayat yang diawetkan). Tidak hanya tidak ada yang dihisap dan disakralkan, tetapi juga berasal dari tokoh-tokoh penting desa setempat seperti kepala suku.